Beranda | Artikel
Tipu Daya Iblis Terhadap Kaum Sufi Ketika Menyikapi Berita Kematian
Kamis, 9 November 2023

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Tipu Daya Iblis Terhadap Kaum Sufi Ketika Menyikapi Berita Kematian ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 22 Rabi’ul Akhir 1445 H / 6  November 2023 M.

Kajian Tentang Tipu Daya Iblis Terhadap Kaum Sufi Ketika Menyikapi Berita Kematian

Lihat: Larangan niyahah

Menangis adalah air mata yang normal dan biasa dialami seseorang ketika sedang bersedih. Sementara itu, kaum sufi mengatakan bahwa sama sekali tidak boleh menangisi orang yang meninggal.

Kemudian, talbis iblis yang kedua terhadap mereka adalah saat ada yang meninggal, mereka mengadakan sebuah acara yang mereka sebut sebagai ‘pesta kematian.’ Dalam acara ini, mereka menyanyi, menari, dan bermain. Mereka mengatakan: ‘Kami bahagia karena si mayit ini telah sampai kepada penciptanya.’ Hal ini berkembang menjadi suatu perayaan yang melibatkan hidangan makanan dan minuman, serta acara-acara untuk menunjukkan kebahagiaan mereka.

Sunnah Nabi ketika mendapatkan musibah kematian

Sunnah Nabi ketika ada orang yang mengalami musibah kematian, maka keluarga yang berduka seharusnya dibuatkan makanan, karena sedang sibuk dan hati mereka oleh musibah tersebut, sehingga tidak sempat untuk memasak. Bukan sebaliknya, yaitu keluarga yang berduka membuat makanan untuk disuguhkan kepada orang lain.

Dalil yang menganjurkan agar dibuatkan makanan apabila ada yang berduka adalah hadits shahih dari Abdullah bin Ja’far, dia berkata: “Saat berita kematian Jafar sampai kepada kami, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اصنعوا لأهل جعفر طعاما فإنه قد جاءهم ما يشغلهم

“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka musibah kematian yang menyibukkan mereka.” (HR. Tirmidzi)

Ini sunnah yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu membantu keluarga yang sedang berduka dengan membuatkan makanan untuk mereka. Bukan sebaliknya, keluarga yang berduka justru membuatkan makanan hingga kadang-kadang harus berhutang untuk menjamu para pelayat atau para tamu.

Maka ketika kita berkunjung kepada keluarga yang sedang berduka, kita tidak boleh berlama-lama, dan kita juga hendaknya membawa makanan untuk mereka, tidak datang dengan tangan kosong. Itulah anjuran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak perlu membuat panggung ataupun tenda sehingga orang-orang berkumpul di situ. Tentunya, mereka akan repot untuk menjamu tamu, untuk menerima tamu sementara mereka sedang berduka.

Maka, tidak ada perayaan-perayaan kematian seperti yang banyak dilakukan hari ini, yang pada dasarnya justru memberatkan tuan rumah, keluarga yang sedang berduka. Bahkan ada yang terpaksa berhutang untuk menjamu tamu-tamu atau pelayat-pelayat yang datang, dan kadang-kadang pelayat-pelayat ini pun juga tidak pulang-pulang, mereka duduk di situ seharian, sehingga tuan rumah harus menyiapkan makanan dari pagi sampai malam. Ini tentunya memberatkan keluarga yang sedang berduka.

Ketika datang ke rumah keluarga yang sedang berduka, itu adalah untuk menyampaikan kata-kata takziyah. Kata-kata takzyiah adalah kata-kata hiburan, memberikan semangat dan motivasi kepada mereka, agar tidak larut dalam kesedihan, dan bisa bersabar menerima ketentuan dan ketetapan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang kedua, kaum sufi ini justru bergembira untuk mayit, dan berkata, ‘Dia telah sampai kepada Rabbnya.’ Kegembiraan ini tidak beralasan, sebab kita tidak yakin apakah si mayit diampuni dari segala dosanya atau tidak. Apa jaminan kita untuk bisa bergembira di hadapannya, padahal mungkin dia termasuk orang-orang yang disiksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, bagi yang datang, justru diperintahkan untuk mendoakan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ادعوا لأخيكم فإنه الآن يسأل

“Berdoalah kamu untuk saudaramu, karena dia sekarang sedang ditanya.”

Kita justru diperintahkan untuk mendoakannya, supaya dia bisa selamat dari himpitan kubur, bukan justru bergembira dan yakin bahwa dia pasti mendapatkan sesuatu yang membahagiakan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Itulah yang diperintahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat ketika mereka melayat jenazah, supaya mereka mendoakan jenazah itu agar dimudahkan baginya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan alam kubur dan dibebaskan dari himpitan kubur.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53557-tipu-daya-iblis-terhadap-kaum-sufi-ketika-menyikapi-berita-kematian/